Pages

23 March 2011

Andai Kartini Masih Hidup, Mungkin Beliau akan Protes

ESSAY
Oleh: Kukuh Puji Lestari
Jalum Kebidanan Tingkat 1
Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya




Jika anda perempuan,
Anda merasa lemah?
Anda tidak mampu melakukan pekerjaan berat?
Anda lambat dalam mengambil keputusan?
Anda merasa terancam dengan kehidupan di luar sana?
Anda single parent?
Anda korban KDRT?
Tenanglah, tidak hanya anda yang merasakan hal seperti itu, di luar sana berjuta-juta perempuan merasakan hal yang sama seperti anda, tengah meronta – ronta meminta pertolongan kepada lingkungan sekitarnya. Ada
korban berarti ada pahlawan, ada wanita tertindas berarti ada kaum feminis yang menggembar-gemborkan
emansipasi. Lalu apa itu emansipasi?
Emansipasi berasal dari bahasa latin “emancipatio” yang artinya pembebasan dari tangan kekuasaan. Kekuasaan yang mencengkeram, dan sedemikian membatasi gerak dan kebebasan.




Adalah sah dan layak menjadi inspirasi ketika
RA Kartini, yang dengan kondisi yang ada pada waktu itu, menempatkan wanita sebagai kaum wingking (dibelakang) dan menjadi terpasung oleh budaya, tempo doeloe, yang akhirnya melahirkan kesadaran untuk memperjuangkan derajat kaum wanita, tempo dulu. Adalah sebuah kepantasan seorang NH Dini, karena kepekaan dan kualitas empati dan intelektualnya melahirkan karya-karya emasnya ikut mewarnai khasanah sastra Indonesia. Sebuah apresiasi yang tinggi ketika dengan karya kreatifnya seorang Melly Goeslow sehingga mampu memberi nuansa pada perkembangan musik dalam negeri. Adalah sebuah kondisi yang semestinya, seorang Ngatemi karena suami yang sakit-sakitan berbulan-bulan sehingga memaksanya menyingsingkan lengan baju, berjualan pisang goreng, menjadi tukang cuci pakaian demi menghidupi keluarga.
Beberapa nama diatas, dengan kadar intelektual yang memadai, dengan kesadaran dan kualitas empati yang patut diapresiasi, dengan kemahiran dan keunggulan rasa yang layak dan dengan rasa peduli demi sebuah alasan yang tepat, Emansipasi adalah layak dan pantas. Sebuah konsep, spirit yang layak menjadi inspirasi semua kaum untuk melakukan yang terbaik untuk diri sendiri dan orang lain.
Yang akan saya uraikan di sini bukan mengenai perempuan yang memperjuangkan kesetaraan gender atau super duper woman yang dengan segala bentuk kepintarannya memperjuangkan hak – hak perempuan. Saya akan menguraikan tentang fenomena di zaman sekarang ketika emansipasi disalahgunakan oleh beberapa oknum yang mengaku dirinya perempuan, ketika cita-cita Kartini dimodifikasi oleh beberapa pihak-pihak tertentu menjadi lebih luas dan lebih liar, bagaimana tidak, bahkan perjuangan K
artini ini sempat dihubungkan dengan perjuangan feminisme.
Saya sangat menghargai emansipasi wanita sebagai sebuah kesadaran pribadi mengembangkan kualitas, intelektual, kedewasaan dan karakter. Tidak selayaknya karena paradigma paradigma gender yang sempit emansipasi menjadi terpasung. Namun, konsep emansipasi perlu diwaspadai ketika emansipasi
berubah menjadi gerakan pembebasan diri yang kebablasan.
Saya cukup tergelitik ketika banyak perempuan mengatasnamakan emansipasi sehingga seorang perempuan harus menjadi tukang becak, seorang istri ‘ngotot’ mencari uang dan berusaha agar karirnya melejit, seorang janda yang mempertahankan statusnya karena dia merasa kuat dan bisa hidup sendiri membiayai anak – anaknya atau seorang perempuan harus ijin istirahat
karena menstruasi atau cuti hamil ketika sebuah keputusan harus segera dibuat.
Perempuan meminta diberikan hak untuk kesamaaan gender dengan pria. Baiklah, bagaimana jika perempuan disuruh masuk hutan, menjadi sopir truk, menjadi tukang gali kubur, bahkan tukang sembelih hewan. Kalau bisa memilih, mereka akan memilih pekerjaan yang lebih cocok untuk perempuan, dengan segala kelebihan dan keterbatasan kita sebagai perempuan.
Emansipasi yang di luar batas itu itu ketika perempuan ingin melakukan apa saja yang mereka mau dengan sebebas-bebasnya. Kebebasan itu hampir tanpa takaran seakan ingin melawan hakikat kodrati wanita. Begitu kebablasannya, sehingga esensi emansipasi yang mestinya menghormati hak yang sama antara pria dan wanita, sering terkesan “tidak menghormati hak pria”.
Seperti cuplikan lirik lagu Awewe Sapi Daging karya Doel Sumbang,
Salakina di imah ngajaga tulak panto.. anakna diasuh cukup ku suster jeung babu..
awewenu kitu lain awewe modern…nganut emansipasi kaluar tina aturan..
montong ngalawan kodrat bisi ngadon jadi bejad..
Jika sudah seperti ini, saya yakin andai Kartini masih hidup, beliau akan protes.
Di Negara kita ini, Indonesia tercinta, perempuan-perempuan sudah diberi kesempatan yang sejajar dengan kaum pria bahkan lebih dihargai dan dihormati. Tidak bisa dipungkiri bahwa sudah banyak perempuan yang menempati puncak kepemimpinan dalam meniti karir, pendidikan, bahkan jabatan melebihi kaum pria. Seperti contoh wanita-wanita hebat di bawah ini
  1. Diandra Paramitha Sastro Wardoyo (Artis cerdas dan intelek)
  2. Evelyn Listya Atmaja (GM Marketing & Sales PT. Indofood SM)
  3. Mari Elka Pengestu (Ekonom Indonesia kelas dunia)
  4. Miranda Goeltom (Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI).
  5. Sri Mulyani (Ekonom kelas dunia juga)
  6. Susi Susanti (Peraih piala Emas Olimpiade Barcelona 2002)
Mereka tidak pernah berkoar-koar menuntut persamaan hak. Mereka menjadi pelaku emansipasi, dengan membekali diri mereka sendiri dengan keahlian, pengetahuan dan wawasan berpikir yang luas, tanpa menuntut untuk selalu diistimewakan.
Akan terasa lucu bukan ketika perempuan sibuk berkoar-koar meminta kesetaraan gender, minta diberi kesempatan untuk disamakan dengan pria, tetapi tetap meminta dibuatkan ladies parking atau meminta diberi cuti haid selama 3 hari, meminta diberi kesempatan untuk memimpin negara tapi menuntut untuk dimengerti ketika moodnya ‘swing-swing’.
Bagaimanapun perempuan itu sumber kelembutan, dan kekuatan terbesar perempuan terletak pada kelembutannya. Jadi tidak usah menuntut untuk harus sama kuat dengan laki, karena sampai kapanpun perempuan memang tidak akan pernah bisa menggantikan posisi laki-laki.
Seperti dalam sebuah uraian,
Perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki, bukan dari kepalanya untuk menguasainya, bukan dari kakinya untuk menginjaknya, tapi dari dalam dadanya agar keduanya menjadi setara.
Laki – laki dan perempuan adalah partner hidup. Maka untuk semua perempuan, jadilah ibu yang baik untuk anak-anakmu, jadilah sahabat yang baik untuk teman-temanmu, jadilah istri yang baik untuk suamimu.

--------------------------------------------------selesai-------------------------------------------------------------------------

No comments: